Minggu, 23 Juni 2013

Konsep Dasar Antropologi



Antropologi berasal dari bahasa Yunani, Antropologi terdiri dari 2 suku kata yaitu Anthropos dan Logos. Anthropos berarti manusia dan Logos berarti ilmu, jadi secara etimologi Antopologi berarti ilmu yang mempelajari mengenai manusia.
Tujuan mempelajari Antroplogi adalah:
·         Agar dapat mendefinisikan kebudayaan.
·         Memberikan contoh wujud kebudayaan.
·         Menjelaskan unsure-unsur kebudayaan.
·         Menjelaskan budaya Indonesia yang majemuk.
·         Menjelaskan upaya-upaya pelestarian kebudayaan asli Indonesia.

A.    Definisi Kebudayaan

Apabila kita bertanya apakah yang membedakan manusia dengan hewan atau binatang secara fundamental maka jawabannya adalah manusia mampu berbudaya, sedangkan hewan tidak. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan? Ahli Antropologi yang mengkaji tentang kebudayaan itu dan mencoba menerangkannya atau setidak-setidaknya telah menyusun definisinya. Sebelum kita mengemukakan beberapa definisi atau pengertian yang disampaikan oleh para ahli, kita harus mengetahui asal-usul kata kebudayaan tersebut. Dilihat dari asal-usul kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Budhi yang berarti akal/ide dan Daya yang berarti usaha/bentuk.
Diantara para ahli tersebut ada dua sarjana Antropologi, yaitu A.L Kroeber dan C. Kluckhohn yang mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin definisi kebudayaan. Dari hasil penyelidikannya diterbitkan diterbitkan sebuah buku yang bernama Culture, A Critical Review of Concept and Definition, menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn definisi kebudayaan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe yaitu kebudayaan sebagai tingkah laku yang dipelajari sampai ke tradisi-tradisi, alat-alat untuk memecahkan masalah, produk atau artefak, ide-ide simbol.
Adapun ahli Anropologi yang pertama-tama merumuskan definisi kebudayaan adalah:
E. B. Taylor (1874), yang menulis dalam bukunya “Primitive Culture”, yaitu:
”Kebudayaan itu adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

R. Linton dalam bukunya “The Culture Background of Personality” (1947), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsure pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu”.
Koentjaraningrat (1990), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
”Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1967), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat”.
Soekmono dalam bukunya “Pengantar Sejarah Kebudayaan 1” (1973), mengatakan bahwa kebudayaan adalah:
“Segala cipta manusia dalam usahanya merubah dan memberi bentuk dan susunan baru terhadap pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya”.
Parsudi Suparlan (1981), mengatakan bahwa kebudayaan:
“Merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk social yang dimanipulasikan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terciptanya kelakuan”.
Suhandi (1994), memiliki cirri-ciri umum yaitu:
·         Kebudayaan dipelajari.
·         Kebudayaan diwariskan atau diteruskan.
·         Kebudayaan hidup dalam masyarakat.
·         Kebudayaan dikembangkan dan berubah.
·         Kebudayaan itu terintegrasi.
Sifat hakikat dari kebudayaan ini menurut Willams dan Soekanto (1986), sebagai berikut:
1.      Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia.
2.      Kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.      Kebudayaan diperlukan ileh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4.      Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan diizinkan.
Kebudayaan ini dapat berwujud idea atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial maupun wujud kebendaan. Koentjaraningrat (1990 : 186-187), melakukan pembagian wujud kebudayaan sebagai berikut:
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Lokasinya ada didalam kepala, atau dengan perkataan lain ada dalam alam pikiran dari manusia dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Para Ahli Antropologi menyebutkan sistem ini sistem atau “Cultural System”. Dalam bahasa Indonesia sering disebut adat atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya.
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan dari kelompok manusia. Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sistem sosial, sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul sama yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari dan tahun ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. System Sosial itu bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, bias diobservasi, difoto dan di dokumentasi.
3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Oleh karena itu merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.


B.     Unsur-Unsur Kebudayaan

Menurut C. Kluckhohn yang dikutip Koentjaraningrat (1990: 203-204), terdapat 7 unsur Kebudayaan:
1.      Bahasa.
Kemampuan berbahsa adalah cirri khas dari mahluk yang namanya manusia. Kebutuhan-kebutuhan akan kemampuan berbahasa sejalan dengan kebutuhan akan interaksi sosial. Interaksi sosial disini tidak hanya interaksi antar individu dalam kelompok, tetapi juga dalam kelompok lain. Oleh karena itu, bahasa alat komunikasi yang mempunyai kaitan erat dengan proses perubahan masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang mendukung kebudayaan daerahnya masing-masing, serta bahasa daerah masing-masing, menunjukkan keaneka ragaman, namun juga menunjukkan kebudayaan kekayaan budaya dan bahasa bangsa Indonesia.
Bahasa dibedakan atas berikut ini:
a.       Bahasa isyarat, misalnya bunyi keuntungan, gerakan tangan, anggukan atau gelengan kepala dan isyarat lainnya yang diterima berdasarkan kesepakatan suatu masyarakat.
b.      Bahasa lisan yang diucapkan oleh mulut.
c.       Bahasa tulisan melalui buku, gambar, surat dan koran.

2.       Sistem Pengetahuan.
Sistem Pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang dpat ditemukan dalam semua kebudayaan dari semua bangsa yang ada dimuka bumi ini. Sistem Pengetahuan itu mencakup semua pengetahuan yang dimiliki anggota suatu masyarakat tentang alam, tumbuhan, binatang, ruang dan waktu, suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan.
Sistem pengetahuan itu timbul akibat kebutuhan-kebutuhan praktis dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia didalam kehidupan sehari-hari, serta digunakan oleh manusia untuk keperluan praktis seperti untuk bercocok tanam, berburu, berlayar dan lain-lain. System pengetahuan biasanya erat kaitannya dengan seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya.
3.      Organisasi Sosial.
Dalam tiap masyarakat, kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai kesatuan didalam lingkungan dimana ia hidup dan bergaul. Kesatuan social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kerabatnya, yaitu keluarga inti (nuclear family).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagai satu kesatuan. Dalam system social terdapat pengaturan tentang perkawinan, tempat tinggal dan system kekerabatan keluarga mengatur jaringan social antara individu berdasarkan perkawinan (affinity) dan hubungan berdasarkan keturunan darah (consanguity) perkawinan akan menghasilkan keluarga inti (nuclear family). Pada setiap masyarakat mempunyai aturan tentang dengan siapa anggotanya boleh dan tidak boleh melangsungkan perkawinan. Ada dua macam perkawinan yaitu endogamy dan eksogami, Endogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan yang masih kerabatnya sendiri atau kelompoknya.. Eksogami adalah kebiasaan masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan orang yang berasal dari luar kerabatnya atau luar kelompoknya.
Dalam ketentuan endogami biasanya dihindari terjadinya suatu perkawinan antar anggota kerabat yang sangat dekat hubungan atau pertalian darahnya. Sebab kalau tidak, dapat menimbulkan perkawinan incest atau tabu incest. Dalam ketentuan endogami pada beberapa suku bangsa membolehkan perkawinan sepupu bersilang atau cross cousin, dan pekawinan sepupu sejajar atau parallel cousin akan tetapi, ada beberapa suku menghendaki perkawinan antara sepupu bersilang dan melarang perkawinan sepupu sejajar.

Bagan Perkawinan Sepupu Silang (cross cousin)



 





Keluarga luas (extended family) adalah gabungan dari dua keluarga inti atau lebih. Berarti ada penambahan anggota keluarga orang lain, misalnya anak yang sudah menikah, tetapi masih tinggal dengan orang tuanya. Beberapa masyarakat ada yang memperbolehkan anggotanya melakukan perkawinan ganda atau poligami.
Poligami adalah mempunyai istri atau suami yang lebih dari satu. Poligami akan membentuk dua keluarga inti atau lebih atau tergantung kepada banyaknya istri. Penelusuran untuk mengetahui kerabat mana yang masih dekat dan kerabat mana yang jauh serta untuk melangsungkan hak-hak dan kewajiban kelompok kerabat itu erat hubungannya dengan kebiasaan cara menarik garis keturunan. Cara menarik garis keturunan tersebut, antara lain berikut ini:

Penilaian dan Pengajaran Keterampilan Abad 21



Keterampilan Belajar Abad 21 Untuk Melatih Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah Melalui Sistem Pembelajaran Berbasis ICT (Information and Communication Technology)
Abad 21 dikenal semua orang sebagai abad pengetahuan yang merupakan landasan utama dari segala aspek kehidupan. Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa. (Patrick Griffin & Barry McGaw. 2012)
Untuk memasuki New world of work pada abad 21, Keterampilan belajar abad 21 mempunyai ciri:
1)      Critical thinking and problem solving.
2)      Creativity and innovation.
3)      Collaboration, teamwork, and leadership.
4)      Cross-cultural understanding, communications, information, and media literacy.
5)      Computing and ICT literacy.
6)      Career and learning self-reliance.
Ada 4 kategori keterampilan yang diperlukan pada abad 21 diantaranya sebagai berikut :
1)      Ways of thinking (Cara berpikir); Kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar.
2)      Ways of working (Cara kerja dan Komunikasi); Kolaborasi dan Komunikasi (communication).
3)      Tools for working (Alat untuk bekerja); Teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan informasi literasi.
4)      Skills for living in the world (Keterampilan untuk hidup di dunia); Kewarganegaraan - lokal dan global (citizenship – local and global), Kehidupan dan karier (life and career), Personal dan tanggung jawab sosial-budaya, termasuk kesadaran dan kompetensi (personal and social responcibility, including cultural awarness and competence).
Beberapa karakter belajar yang diperlukan di abad ke-21, yaitu :
1)      Communication. Pada karakter ini, siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
2)      Collaboration. Pada karakter ini, siswa menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda.
3)      Critical Thinking and Problem Solving. Pada karakter ini, siswa berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem.
4)      Creativity and Innovation. Pada karakter ini, siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Bentuk pembelajaran berbasis ICT memberikan manfaat bagi para guru diantaranya sebagai berikut : 
1)      Memperoleh materi pembelajaran dengan akses lebih mudah. Guru dalam melakukan persiapan mengajar akan lebih ringan karena guru dapat langsung menyeleksi, menyalin dan mengedit materi yang akan disajikan;
2)      Meningkatkan kompetensi pedagogik pendidik, salah satunya kreativitas serta inovasi mengembangkan konten pembelajaran;
3)      Guru dapat menyusun materi sesuai dengan kebutuhan peseta didik akan kehidupan nyata; dan
4)      Meningkatkan komunikasi interaktif dengan para peserta didik tanpa batas ruang dan waktu.
Peran Standar Evaluasi dalam Pengembangan Keterampilan Abad 21
Standarisasi berbasis evaluasi memberikan bukti empiris untuk menilai kinerja dan dapat melayani berbagai pengambilan keputusan demi mencapai tujuan (akuntabilitas, seleksi, penempatan, evaluasi, diagnosis, atau perbaikan), evaluasi yang telah dilakukan di masa lalu seperti telah menemukan efek yang cukup seragam, yaitu :
1)      Evaluasi menjadi prioritas kurikulum dan pengajaran, sandaran visibilitas berfungsi untuk memfokuskan standar isi pendidikan.
2)      Guru cenderung menggunakan pendekatan model pedagogis high visibility yang bergantung pada tes.
3)      Instruksi yang telah digunakan lebih menekankan keterampilan kognitif tingkat rendah.
4)      Pengembang kurikulum khususnya untuk kepentingan komersial, menanggapi tes penting dengan memodifikasi buku yang ada dan bahan ajar lainnya atau pengembangan dan pemasaran buku-buku baru.
5)      Sekolah dan guru terlalu fokus pada aspek-aspek yang akan diujiankan bukan pada apa yang menjadi standar atau tujuan pembelajaran.
6)      Evaluasi lebih difokuskan pada tes bukan pembelajaran yang mendasarinya.
7)      Pembelajaran instruksional diarahkan pada tes, sekolah memberikan para siswa berbagai jenis tes mulai dari kegiatan ujian “komersial”, kelas khusus, pekerjaan rumah, dan lain-lain.
8)      Desain dan pengembangan evaluasi harus menyatukan dasar penelitian yang kaya ada pada proses siswa belajar dan bagaimana itu berkembang untuk menghasilkan generasi baru.
Seperti di ungkapkan dalam diskusi pendidikan di Amerika Serikat sebagai berikut : setiap penilaian bertumpu pada tiga pilar: model bagaimana siswa merepresentasikan pengetahuan dan mengembangkan kompetensi dalam domain materi pelajaran, tugas atau situasi yang memungkinkan seseorang untuk mengamati kinerja siswa, dan metode interpretasi untuk menarik kesimpulan dari bukti-bukti kinerja yang diperoleh (Pellegrino et al. 2001: 2 dalam Griffin, Mc Gaw, 2012: 22).
Mengadopsi model pembaruan evaluasi, bagan Integrated Assesment System dimaksudkan untuk mengkomunikasikan bahwa evaluasi berkualitas mulai digagas dan berakhir dengan tujuan yang jelas untuk kebermaknaan siswa dalam belajar. Link interpretasi memperkuat gagasan bahwa tanggapan dari tugas penilaian harus secara khusus dianalisis dan disintesis dengan cara mengungkapkan dan mendukung kesimpulan valid yang terhubung pada tujuan penggunaan hasil evaluasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dirumuskan standar evaluasi abad ke 21 adalah sebagai berikut :
1)      Disejajarkan dengan perkembangan signifikan yang menjadi tujuan keterampilan abad dua puluh satu.
2)      Memungkinkan sistem adaptasi pada kemungkinan yang tidak dapat diprediksi.
3)      Sebagian besar evaluasi berbasis kinerja.
4)      Tambahkan nilai dalam proses belajar mengajar.
5)      Membuat pemikiran siswa terbuka.
6)      Bersikap adil.
7)      Data penilaian harus memberikan informasi yang akurat dan dapat diandalkan dalam pembentukan untuk pengambilan keputusan.
8)      Berorientasi pada tujuan pembelajaran.
9)      Validitas tujuan
10)  Menghasilkan informasi yang dapat ditindaklanjuti dan memberikan umpan balik yang produktif dan bermanfaat untuk semua pengguna yang dimaksudkan.
11)  Menyediakan umpan balik yang produktif.
12)  Membangun kapasitas untuk pendidik dan siswa.
13)  Menjadi bagian dari sistem yang komprehensif.