Keterampilan Belajar Abad 21 Untuk Melatih Berpikir
Kritis dan Pemecahan
Masalah Melalui Sistem Pembelajaran Berbasis ICT (Information and
Communication Technology)
Abad 21 dikenal semua orang sebagai abad
pengetahuan yang merupakan landasan utama dari segala aspek kehidupan.
Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir
kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi
informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat
dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan
materi dan keterampilan.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan
dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia
nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting
untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan
dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap
materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh
siswa. (Patrick Griffin & Barry McGaw. 2012)
Untuk memasuki New world of work pada
abad 21, Keterampilan belajar abad 21 mempunyai ciri:
1)
Critical
thinking and problem solving.
2)
Creativity and
innovation.
3)
Collaboration,
teamwork, and leadership.
4)
Cross-cultural
understanding, communications, information, and media literacy.
5)
Computing and
ICT literacy.
6)
Career and
learning self-reliance.
Ada 4 kategori keterampilan yang diperlukan pada
abad 21 diantaranya sebagai berikut :
1)
Ways of thinking
(Cara berpikir); Kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan belajar.
2)
Ways of working
(Cara kerja dan Komunikasi); Kolaborasi dan Komunikasi (communication).
3)
Tools for
working (Alat untuk bekerja); Teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan
informasi literasi.
4)
Skills for
living in the world (Keterampilan untuk hidup di dunia); Kewarganegaraan -
lokal dan global (citizenship – local and global), Kehidupan dan karier (life
and career), Personal dan tanggung jawab sosial-budaya, termasuk kesadaran dan
kompetensi (personal and social responcibility, including cultural awarness and
competence).
Beberapa karakter belajar yang diperlukan di abad
ke-21, yaitu :
1)
Communication. Pada karakter ini, siswa dituntut untuk memahami,
mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan
isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
2)
Collaboration. Pada karakter ini, siswa menunjukkan kemampuannya
dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran
dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan
empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda.
3)
Critical
Thinking and Problem Solving.
Pada karakter ini, siswa berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal
dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara
sistem.
4)
Creativity and
Innovation. Pada karakter ini,
siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan
gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap
perspektif baru dan berbeda.
Bentuk pembelajaran berbasis ICT memberikan manfaat
bagi para guru diantaranya sebagai berikut :
1)
Memperoleh
materi pembelajaran dengan akses lebih mudah. Guru dalam melakukan persiapan
mengajar akan lebih ringan karena guru dapat langsung menyeleksi, menyalin dan
mengedit materi yang akan disajikan;
2)
Meningkatkan
kompetensi pedagogik pendidik, salah satunya kreativitas serta inovasi
mengembangkan konten pembelajaran;
3)
Guru dapat
menyusun materi sesuai dengan kebutuhan peseta didik akan kehidupan nyata; dan
4)
Meningkatkan
komunikasi interaktif dengan para peserta didik tanpa batas ruang dan waktu.
Peran Standar Evaluasi dalam Pengembangan
Keterampilan Abad 21
Standarisasi berbasis evaluasi
memberikan bukti empiris untuk menilai kinerja dan dapat melayani berbagai
pengambilan keputusan demi mencapai tujuan (akuntabilitas, seleksi, penempatan,
evaluasi, diagnosis, atau perbaikan), evaluasi yang telah dilakukan di masa
lalu seperti telah menemukan efek yang cukup seragam, yaitu :
1)
Evaluasi menjadi
prioritas kurikulum dan pengajaran, sandaran visibilitas berfungsi untuk
memfokuskan standar isi pendidikan.
2)
Guru cenderung
menggunakan pendekatan model pedagogis high visibility yang bergantung pada
tes.
3)
Instruksi yang
telah digunakan lebih menekankan keterampilan kognitif tingkat rendah.
4)
Pengembang
kurikulum khususnya untuk kepentingan komersial, menanggapi tes penting dengan
memodifikasi buku yang ada dan bahan ajar lainnya atau pengembangan dan
pemasaran buku-buku baru.
5)
Sekolah dan guru
terlalu fokus pada aspek-aspek yang akan diujiankan bukan pada apa yang menjadi
standar atau tujuan pembelajaran.
6)
Evaluasi lebih
difokuskan pada tes bukan pembelajaran yang mendasarinya.
7)
Pembelajaran
instruksional diarahkan pada tes, sekolah memberikan para siswa berbagai jenis
tes mulai dari kegiatan ujian “komersial”, kelas khusus, pekerjaan rumah, dan
lain-lain.
8)
Desain dan
pengembangan evaluasi harus menyatukan dasar penelitian yang kaya ada pada
proses siswa belajar dan bagaimana itu berkembang untuk menghasilkan generasi
baru.
Seperti di ungkapkan dalam diskusi
pendidikan di Amerika Serikat sebagai berikut : setiap penilaian bertumpu pada
tiga pilar: model bagaimana siswa merepresentasikan pengetahuan dan
mengembangkan kompetensi dalam domain materi pelajaran, tugas atau situasi yang
memungkinkan seseorang untuk mengamati kinerja siswa, dan metode interpretasi
untuk menarik kesimpulan dari bukti-bukti kinerja yang diperoleh (Pellegrino et
al. 2001: 2 dalam Griffin, Mc Gaw, 2012: 22).
Mengadopsi model pembaruan evaluasi,
bagan Integrated Assesment System dimaksudkan untuk mengkomunikasikan bahwa
evaluasi berkualitas mulai digagas dan berakhir dengan tujuan yang jelas untuk
kebermaknaan siswa dalam belajar. Link interpretasi memperkuat gagasan bahwa
tanggapan dari tugas penilaian harus secara khusus dianalisis dan disintesis
dengan cara mengungkapkan dan mendukung kesimpulan valid yang terhubung pada
tujuan penggunaan hasil evaluasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
dirumuskan standar evaluasi abad ke 21 adalah sebagai berikut :
1)
Disejajarkan
dengan perkembangan signifikan yang menjadi tujuan keterampilan abad dua puluh
satu.
2)
Memungkinkan
sistem adaptasi pada kemungkinan yang tidak dapat diprediksi.
3)
Sebagian besar
evaluasi berbasis kinerja.
4)
Tambahkan nilai
dalam proses belajar mengajar.
5)
Membuat
pemikiran siswa terbuka.
6)
Bersikap adil.
7)
Data penilaian
harus memberikan informasi yang akurat dan dapat diandalkan dalam pembentukan
untuk pengambilan keputusan.
8)
Berorientasi
pada tujuan pembelajaran.
9)
Validitas tujuan
10) Menghasilkan informasi yang dapat ditindaklanjuti
dan memberikan umpan balik yang produktif dan bermanfaat untuk semua pengguna
yang dimaksudkan.
12) Membangun kapasitas untuk pendidik dan siswa.
Alternatif yang ditawarkan dalam evaluasi
keterampilan abad 21 yaitu dengan menggunakan sistem evaluasi berbasis ICT
Bagan diatas menyediakan representasi
antara dua tujuan evaluasi secara bersama-sama yaitu keuntungan efisiensi usaha
versus keuntungan transformasi pendidikan. Semakin rendah kuadran kiri mewakili
penilaian tradisional, biasanya berbasis tes tulisan dan serupa dari tahun ke
tahun, penilaian sekolah kebanyakan dan perguruan tinggi berbasis jenis ini.
Bergerak dari kiri bawah ke kuadran kanan bawah merupakan strategi migrasi yang
penilaian berbasis tes yang mulai berubah ke lingkungan berbasis lingkungan.
Pengiriman lebih efisien, tetapi penilaian secara kualitatif tidak berubah.
Sebaliknya, pindah ke kuadran kanan atas merupakan strategi transformasional di
mana teknologi yang digunakan untuk mendukung penilaian inovatif yang dirancang
untuk mempengaruhi (atau minimal untuk mencerminkan) inovasi dalam desain
kurikulum dan pembelajaran.
Referensi :
Powerpoint dari Bapak Ibnu Hurri, H. S.sos mengenai "Penilaian
dan Pengajaran Keterampilan Abad 21".
0 komentar:
Posting Komentar